Tak Berkategori

Yang Kedua

Kedua tangan milik semua orang yang hadir kini saling menengadah ke langit. Diikuti juga dengan lantunan suara ‘Amin’ di akhir jeda doa. Berharap doa yang dipanjatkan dapat diijabah.
Beberapa menit yang lalu kata ‘sah’ telah terucap, menggema ke seluruh ruangan. Lelaki yang duduk di sebelah kanan tante-ku telah sah menjadi om-ku –suami dari Tante. Suasana yang bermula tegang berubah penuh haru biru ketika akad berjalan dengan lancar, tanpa cela satupun.
Pandanganku menyapu ke seluruh ruangan. Mengamati berbagai ekspresi milik semua orang yang mengisi ruangan. Rata-rata bibir mereka tersungging ke atas –itu artinya mereka turut bahagia dengan pernikahan kedua tanteku.’Alhamdulillah’, batinku dalam hati.
Ibu yang duduk di sebelah kiriku, tidak kuasa menahan bendungan air mata melihat adiknya sudah dimiliki orang lain (lagi). Berulangkali ibu meminta tisu kepadaku. Aku bingung mendiskripsikan air mata ibu ini, apakah tangis bahagia ataukah sedih. Beberapa bulan yang lalu, ibu lah yang paling menentang pernikahan kedua tante. Perang dingin antara simbah putri dengan ibu karena beda pendapat sempat terjadi. Ah, aku selalu berkeyakinan jika ibu memiliki kekhawatiran yang overdasis.
Sepuluh tahun yang lalu, saat tante barusaja menikmati manisnya memiliki buah hati –yang sudah dinantikan selama delapan tahun. Fitnah tiba-tiba saja menghampirinya. Bagai bom rudal yang meletus, fitnah itu berasal dari suaminya sendiri. Buah hati yang dinantikan kehadirannya selama delapan tahun tidak dianggap darah daging suaminya. Semua manisnya biduk rumah tangga berubah total menjadi lembah berduri. Perceraian menjadi jalan pilihan mereka.
Ibu yang saat itu mengetahui jika adik tersayangnya difitnah begitu terpukul. Ketika di rumah, berulangkali ibu memanggil namaku dengan nama adiknya. Rasanya dentuman bom rudal juga turut melukai hati ibu.
Prosesi selanjutnya adalah sungkeman. Simbah putri dan simbah kakung telah memposisikan diri di tempat yang disediakan. Lagi-lagi air mata simbah tidak terbendung. Berulangkali simbah mengelus kepala anak perempuannya –yang kini telah menikah lagi. 
Setelah menyelesaikan prosesi sungkeman, tante tak lantas menempati tempat duduk untuk kedua mempelai  pengantin. Kedua sorot matanya kini menelusuri seluruh isi ruangan mengamati seluruh tamu. Tapi nampaknya spekulasiku salah. Dia sedang mencari seseorang. 
Dari sudut ruangan lain, muncullah anak perempuan berusia sepuluh tahun, dengan balutan gaun bak putri Elsa dalam film Frozen. Anak perempuan tersebut berlari menghambur ke arah tante, dialah anak semata wayangnya. Adegan pelukan antara ibu dan anak mencuri perhatian seluruh tamu undangan. Tangis air mata pun pecah.
Dengan sigap aku memposisikan lensa kamera ke arah objek tersebut. Sebelum tombol power kamera ku klik. Tiba-tiba sang mempelai laki-laki turut memeluk mereka  –tante dan anaknya. Aku segera mengabadikannya melalui gambar. Mengiringinya dengan doa ‘semoga kebahagiaan selalu menyertai keluarga baru Tante.’

5 tanggapan untuk “Yang Kedua”

Tinggalkan komentar